Rabu, 11 Juli 2012

PEJABAT PT ANGKASA PURA II BERMAIN KOTOR

“KPK diharap usut tuntas adanya dugaan KKN dalam tender Jasa Pelayanan Bandara Int’l Soekarno Hatta yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura II (persero)”

Tangerang, Gapura Nusantara -  Para Assosiasi yang tergabung dalam jasa layanan  Cargo yang berada dikawasan Area Kargo dalam wilayah Area Pergudangan di Bandara Soekarno Hatta,  saat ini di rundung  resah.
    Hal ini disebabkan oleh ulah PT Angkasa Pura II (Persro) yang membentuk jasa layanan penanganan barang di kargo (pergudangan Bandara Soekarno Hatta) dengan membentuk Regulated Agen (RA). RA adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh PT Angkasa Pura II untuk memeriksa perusahaan – perusahaan jasa angkutan kargo bandara.
     Ketiga  assosiasi yang keberatan adanya RA adalah Assosiasi logistik  Kawasan Berikat, Assosiasi logistik Exspedisi Indonesia (ASPERINDO) dan Assosiasi Logistik  Menvower Indonesia (ALVI).
Ketiga Assosisi tersebut menolak keras  dengan keberadaan Regulated Agent. Mereka berharap kepada PT. Angkasa Pura II agar RA tersebut di bubarkan,  mengingat kebijakan yang di keluarkan RA dinilai tidak berpihak dan memberatkan terhadap konsumen dan secara otomatis berdampak terhadap pemasukan para pengusaha jasa kargo dan jasa angkutan kargo di Bandara soekarno Hatta.
     Perusahaan – perusahan yang selama ini  bergerak di bidang jasa angkutan kargo yang biasanya hanya dikutip yang semula cukup membayar  barang- barang pengiriman  sebesar Rp 60 rupiah per kilogram sebelum adanya RA Assosiasi ketika  masuknya RA. Namun ketika berdirinya RA  mereka di kenakan kutipan sebesar Rp 450 ribu  per kilogram.
“Inilah yang menjadi penyebab Assosiasi selalu berupaya untuk ditinjau kembali Sertifikasinya RA itu sendiri, mengenai ijin yang akan  di keluarkan oleh pihak Kementrian  Perhubungan Udara,”kata Arman salah seorang Ketua Assosiasi  Pengiriman  Expidisi Indonesia  (Aspindo).
    Menurut Arman dengan adanya kemunculan RA perusahaan swasta yang tidak melalui tender itu  penunjukan langsung  sehingga  Assosisi tersebut  berupaya  agar di tinjau kembali  kebijakan tentang kutipan barang-barang yang layak terbang.
    Dengan adanya aslah ini Assosiasi telah melaporkan ke pihak yang berkompeten untuk mengaudit RA, yakni ke Ombusmen, Kementrian  Perhubungan Udara  dan ke Komisi Pembrantasan  Korupsi  (KPK).
    Hal Demikian dikatakan pula oleh pengusaha exspedisi yang bernaung dibawah Asosiasi Logistic dan Menvower (ALVI) Farid. Ia menuturkan kepada GN bahwa dirinya mengaku keberatan atas kutipan Rp 450,- per/kg tersebut. Sebab R.A dinilai belum siap melayani untuk memeriksa barang - barang kargo yang ditunjuk oleh Kementrian Negara.
    Hal senadapun dituturkan oleh salah seorang Ketua Asosiasi Pengusaha Exspedisi yang tidak mau disebut namanya belum lama ini di Jakarta. Ia  mengaku bahwa kutipan yang disalurkan oleh RA sangat memberatkan pengusaha - pengusaha Expor dan Impor Indonesia, mengingat satu jasa pengiriman barang, seperti PT Tiki perharinya mencapai 30 ton dan juga PT JNE kurang lebih 35 ton.
    Lebih lanjut Arman menjelaskan, kutipan tersebut tidak berdasarkan hukum, sebab yang dirugikan secara langsung para pelaku konsumen dan  masyarakat.
“ Kami selaku pengusaha Expor dan Impor akan mengurangi Qwota Expor mengingat terlalu besarnya uang keluar maka akan mengganggu perekonomian global,” katanya.
    Saat dikonfirmasi terkait dengan masalah ini, perwakilan dari PT Angkasa Pura II sebagai pengelola RA, Erikson Simanjuntak beralasan RA dibentuk untuk memeriksa barang kargo agar terciptanya keamanan barang kargo serta keutuhan barang-barang kargo tersebut  (Safety and Security).
    Dengan adanya RA ini secara otomatis adanya penambahan jumlah exstray 10 line Ware Hose. Bahkan rencananya RA akan dikelola oleh PT Angkasa Pura Solusi (PT APS), yang merupakan anak perusahaan PT Angkasa Pura II, sebagai tangan panjang dari RA.
    “Kami tidak mengelola secara monopoli tentang jasa kargo tersebut, karena adanya beberapa RA Swasta seperti : RA Gatrans, RA Dapk dan RA - RA Swasta yang lainnya. Jadi tidak benar bahwa kami sebagai mewakili PT. Angkasa Pura II disini memonopoli RA itu sendiri,” kata Erikson Simanjuntak kepada GN.
    Hasil investigasi Gapura Nusantara di Bandara Soekarno - Hatta belum lama ini, menandakan di Bandara Soetta adalah  tempat ajang permainan kotor yang di lakukan pihak pengusaha. Seperti menjamunya  pedagang kaki lima, taksi gelap (taksi tidka resmi-red), calo (porter)  dan masih banyak  lagi yang tidak terhitung.  Semua usaha tersebut  di bekingi oleh  oknum  pejabat Bandara yang memiliki  jabatan.
    Seharusnya keberadaan calo (porter) tidak selayaknya ada di Bandara Soetta. Diduga keberadaan calo (porter) di pelihara oleh pihak penglola bandara itu sendiri.
    Salah seorang calo (porter) yang sempat dimintai keterangan oleh GN di termimal satu menyatakan ia kerja menjadi porter harus setor kekantor PT Dahlia   sebesar  Rp 180 ribu. PT Dahlia adalah perusahaan Jasa penyedia calo yang dipelihara oleh PT Angkasa Pura II yang kepemilikannya adalah Sopyan.
    “Saya di sini  sudah  cukup lama bekerja. Kalau saya dipikir - pikir  saya itu seperti sapi perahan saja pak,  saya kan disini mencari jasa imbalan kepada pengguna jasa, eh malah duitnya buat setoran,  dan anehnya kalau tidak mencukupi  setoran saya di anggap utang,” ujarnya dengan memelas.
    Ia  berharap kepada pimpinan PT Angkasa Pura II untuk meninjau ke lapangan agar  mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dilapangan.
* Tim*                                                                                                                   

0 komentar:

Posting Komentar